JAKARTA – Platform digital “Akal Lokal” resmi diluncurkan pada Sabtu, 11 Januari 2025 di Serambi Salihara, Jakarta Selatan. Platform ini hadir sebagai wadah edukasi dan kolaborasi digital untuk mendokumentasikan serta menyebarluaskan kekayaan pengetahuan tradisional dari berbagai daerah di Indonesia.
Dilansir dari laman Okezone, peluncuran “Akal Lokal” digagas oleh Terasmitra berkolaborasi dengan Bali Lite, serta mendapat dukungan dari Global Environment Facility – Small Grant Program (GEF/SGP) dan United Nations Development Programme (UNDP). Kehadiran platform ini diharapkan menjadi sumber informasi terpercaya tentang ragam tradisi masyarakat Indonesia yang kerap terpinggirkan di era arus informasi global.
“Pengetahuan lokal adalah harta karun yang tak ternilai. Melalui ‘Akal Lokal’, kita dapat menjaga agar kearifan lokal tidak hilang ditelan zaman,” ujar Yanidar Witjaksono, Direktur Eksekutif Yayasan Bina Usaha Lingkungan, dalam sambutannya.
Peluncuran ini juga menandai 14 tahun perjalanan Terasmitra dalam mendampingi masyarakat dan merekam tradisi lokal, delapan tahun di antaranya difokuskan pada dokumentasi berbasis riset dan pemberdayaan komunitas.
Co-Founder Terasmitra, Adinindyah, menegaskan bahwa platform ini merupakan upaya serius untuk menjaga warisan budaya agar terus hidup lintas generasi. “Kami menyadari betapa pentingnya kearifan lokal dalam menjaga kelestarian alam. Akal Lokal adalah langkah kami untuk mewujudkan hal itu,” ujarnya.
Platform ini dirancang sebagai ruang partisipatif yang memungkinkan siapa saja menjadi kontributor. Masyarakat dapat membuat akun, menulis, dan mengunggah berbagai bentuk pengetahuan lokal, mulai dari cerita rakyat hingga praktik budaya yang hampir punah.
“Akal Lokal pada dasarnya adalah platform partisipasi. Teman-teman bisa membuat akun dan memasukkan tulisan,” jelas Amelia Rina Nogo de Ornay, Koordinator Knowledge Management Terasmitra.
Dalam sesi diskusi pemantik, sejumlah tokoh memberikan pandangannya. Antropolog Universitas Indonesia Geger Riyanto berharap Akal Lokal dapat menjadi wadah berharga bagi masyarakat untuk menuangkan pengetahuan dan memori lokal yang rawan punah. Sementara itu, Lia Nathalia, Sekjen Ikatan Wartawan Online (IWO), melihat potensi Akal Lokal sebagai referensi informasi edukatif yang dapat dipercaya oleh kalangan media.
Direktur Penabulu, Eko Kumara, menyoroti tantangan konversi pengetahuan lokal yang umumnya disampaikan secara lisan menjadi bentuk tulisan yang eksplisit. “Masalahnya adalah keterampilan menulis itu sendiri yang masih kurang. Akal Lokal harus menciptakan kondisi yang memungkinkan lahirnya pengetahuan baru,” ujarnya.
Turut hadir Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, yang memperkenalkan praktik bertani tradisional ramah lingkungan dari berbagai daerah. Ia menyebut para petani di desa masih menggunakan sistem kalender tanam berbasis kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun, namun kini mulai tergeser oleh praktik pertanian modern.
Acara peluncuran turut dimeriahkan dengan pertunjukan musik Jimbe dari Komunitas Ciliwung Merdeka dan pameran produk pengetahuan lokal seperti sorgum serta dokumentasi Terasmitra. Hadir pula berbagai elemen masyarakat seperti LSM, akademisi, pelaku budaya, organisasi masyarakat sipil, media, hingga lembaga pendidikan.
Dengan semangat kolaborasi dan edukasi, “Akal Lokal” diharapkan mampu menjadi penghubung antara komunitas lokal, akademisi, dan publik luas dalam upaya pelestarian budaya serta pengembangan inovasi berbasis kearifan lokal.