InDes.ID

Cerita Kita, Menggali Makna

  • Home
  • Terkini
  • Artikel
    • Budaya
    • Buku
    • Desa
    • Ekonomi
    • Hukum
    • Misteri
    • Movie
    • Politik & Militer
    • Pendidikan
    • Spiritual
    • Sejarah
    • Sosial
    • Techno
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
    • Daerah
  • Opini
  • Indepth
  • Video
Search
  • TENTANG
© 2025 Indes.ID. All Rights Reserved.
Reading: Dua Era, Dua Gaya: Kisah Perjalanan Indonesia di Masa Orde Lama dan Orde Baru
Share
Font ResizerAa

InDes.ID

Cerita Kita, Menggali Makna

Font ResizerAa
  • Terkini
  • Berita
  • Budaya
  • Buku
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Indepth
  • Misteri
  • Movie
  • Opini
  • Pendidikan
  • Politik & Militer
  • Sejarah
  • Sosial
  • Spiritual
  • Techno
  • Video
Search
  • Home
  • Terkini
  • Artikel
    • Budaya
    • Buku
    • Desa
    • Ekonomi
    • Hukum
    • Misteri
    • Movie
    • Politik & Militer
    • Pendidikan
    • Spiritual
    • Sejarah
    • Sosial
    • Techno
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
    • Daerah
  • Opini
  • Indepth
  • Video
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2025 Indes.ID. All Rights Reserved.
InDes.ID > Artikel > Dua Era, Dua Gaya: Kisah Perjalanan Indonesia di Masa Orde Lama dan Orde Baru
Dua Era, Dua Gaya: Kisah Perjalanan Indonesia di Masa Orde Lama dan Orde Baru
ArtikelPolitik & Militer

Dua Era, Dua Gaya: Kisah Perjalanan Indonesia di Masa Orde Lama dan Orde Baru

By Admin
Mei 14, 2025
Share
SHARE

Setelah merdeka pada tahun 1945, Indonesia belum benar-benar bisa bernapas lega. Meski proklamasi sudah dikumandangkan, Belanda masih ingin kembali menguasai Indonesia. Mereka melancarkan agresi militer untuk mengambil kembali wilayah jajahannya. Untungnya, berkat tekanan dari dunia internasional, akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949—meskipun Papua Barat belum diserahkan saat itu.

Namun, kemerdekaan itu membawa tantangan baru. Indonesia berbentuk negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat, hasil perjanjian dengan Belanda. Sistem ini dianggap terlalu banyak dipengaruhi oleh Belanda, sehingga pada tahun 1950, Indonesia menggantinya dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950). Sistem ini mengatur bentuk pemerintahan parlementer dan menjamin kebebasan rakyat.

Pada masa awal kemerdekaan hingga 1965, Indonesia mengalami dinamika politik yang cukup rumit. Empat kelompok besar sering berselisih: militer, kelompok Islam, komunis, dan nasionalis. Masing-masing punya pandangan berbeda soal bagaimana seharusnya Indonesia dibangun. Kelompok Islam ingin negara berdasarkan syariah, militer ingin peran politik lebih besar, komunis punya kekuatan politik sendiri, dan nasionalis fokus pada kebebasan rakyat. Untuk menyatukan semua perbedaan ini, Soekarno, Hatta, dan Moh. Yamin merumuskan Pancasila sebagai dasar negara, agar seluruh rakyat Indonesia bisa bersatu dalam keberagaman.

Namun, sistem parlementer pada 1950-an berjalan tidak stabil. Banyak pergantian kabinet dan konflik politik. Dalam Pemilu pertama tahun 1955, rakyat Indonesia memilih wakilnya secara langsung. Tapi tetap saja, gejolak terus terjadi, termasuk pemberontakan dari kelompok Darul Islam, PRRI, dan Permesta di berbagai daerah.

Pada tahun 1959, Soekarno mengubah sistem pemerintahan menjadi Demokrasi Terpimpin, di mana kekuasaan lebih banyak berada di tangannya. Ia membubarkan parlemen dan menunjuk sendiri anggota baru. Untuk menyeimbangkan kekuatan militer yang makin besar, Soekarno menggandeng Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengusung konsep “Nasakom” (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme). Namun, ketiga unsur ini tidak pernah benar-benar bisa bersatu. Semua hanya bisa berjalan karena karisma Soekarno.

Puncaknya terjadi pada Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) yang menewaskan beberapa jenderal. Militer kemudian mengambil alih kekuasaan dan Soeharto mulai tampil sebagai tokoh utama. Setelah dua tahun, Soeharto secara perlahan menyingkirkan Soekarno dan mengambil alih tampuk kepemimpinan. Inilah awal dari Era Orde Baru.

Pada 11 Maret 1966, Soekarno menandatangani Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret), yang memberi wewenang kepada Soeharto untuk mengendalikan situasi. Soeharto segera melarang PKI, menyingkirkan lawan politik, dan memperkuat militer. Tahun 1968, ia resmi menjadi Presiden Indonesia.

Orde Baru sangat menekankan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi, bukan lagi politik ideologis seperti masa Soekarno. Hubungan dengan negara Barat dipulihkan, dan Indonesia mulai menerima bantuan luar negeri. Partai-partai politik disederhanakan menjadi tiga: Golkar, PPP, dan PDI. Semua organisasi, termasuk sosial dan keagamaan, diwajibkan memakai asas tunggal Pancasila.

Rezim ini menggunakan berbagai ide untuk memperkuat kekuasaannya, seperti konsep negara integralistik, anti-komunisme, dan Dwi Fungsi ABRI—di mana militer tidak hanya bertugas menjaga pertahanan keamanan, tapi juga terlibat dalam pemerintahan. Kritik terhadap pemerintah dibungkam. Pers dibatasi. Banyak kasus pelanggaran HAM dan kekerasan politik terjadi.

Pada akhir 1990-an, saat krisis ekonomi Asia melanda, Indonesia termasuk negara yang paling parah terkena dampaknya. Harga-harga melonjak, pengangguran meningkat, dan rakyat mulai kehilangan kepercayaan pada pemerintah. Kerusuhan besar terjadi di Jakarta pada Mei 1998, dan lebih dari seribu orang tewas. Tekanan rakyat semakin kuat, hingga akhirnya pada 21 Mei 1998,  Presiden RI Ke 2, Soeharto mengundurkan diri. Wakil Presiden B.J. Habibie kemudian naik menggantikan, dan Indonesia memasuki babak baru yang disebut Era Reformasi.

Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link
What do you think?
Love0
Sad0
Surprise0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Cry0
Embarrass0
Joy0
Shy0
Previous Article Menelisik Dunia Intelijen: Mata dan Telinga yang Bekerja dalam Senyap
Next Article Kepemimpinan Desa : Antara Harapan dan Tantangan Kepemimpinan Desa : Antara Harapan dan Tantangan
Tidak ada komentar Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Di Balik Angka dan Data: Peran Ginan Wibawa sebagai Enumerator di PATTIRO
Di Balik Angka dan Data: Peran Ginan Wibawa sebagai Enumerator di PATTIRO
Artikel Berita
Jejak Digital Ginan Wibawa: Membawa Desa Menuju Era Industri 4.0
Jejak Digital Ginan Wibawa: Membawa Desa Menuju Era Industri 4.0
Artikel Berita
Ginan Wibawa: Mengabdi di Pelosok, Membangun Desa
Ginan Wibawa: Mengabdi di Pelosok, Membangun Desa
Artikel Berita
Ketika Fiksi Bertemu Nubuwat: Dari Ritual Ganjil Hingga Konspirasi Global
Artikel Misteri

Trending

Stay Connected

5.8kLike
4kFollow
571Subscribe
678Follow

You Might also Like

ArtikelSosial

Paradoks Utopia: Ketika Kemudahan Justru Merenggut Kebahagiaan Sejati

Mei 15, 2025
ArtikelPolitik & Militer

Soeharto dari Dekat: Sisi Lain Sang Presiden yang Jarang Terekspos

Mei 15, 2025
ArtikelPolitik & Militer

Transisi Kekuasaan 1998: Cerita TB Hasanudin Soal Ancaman & Sikap Soeharto

Mei 15, 2025
ArtikelPolitik & Militer

Menelisik Dunia Intelijen: Mata dan Telinga yang Bekerja dalam Senyap

Mei 14, 2025
Follow US
© 2025 Indes.ID. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?