InDes.ID

Cerita Kita, Menggali Makna

  • Home
  • Terkini
  • Artikel
    • Budaya
    • Buku
    • Desa
    • Ekonomi
    • Hukum
    • Misteri
    • Movie
    • Politik & Militer
    • Pendidikan
    • Spiritual
    • Sejarah
    • Sosial
    • Techno
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
    • Daerah
  • Opini
  • Indepth
  • Video
Search
  • TENTANG
© 2025 Indes.ID. All Rights Reserved.
Reading: Barak Militer ala Dedi Mulyadi
Share
Font ResizerAa

InDes.ID

Cerita Kita, Menggali Makna

Font ResizerAa
  • Terkini
  • Berita
  • Budaya
  • Buku
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Indepth
  • Misteri
  • Movie
  • Opini
  • Pendidikan
  • Politik & Militer
  • Sejarah
  • Sosial
  • Spiritual
  • Techno
  • Video
Search
  • Home
  • Terkini
  • Artikel
    • Budaya
    • Buku
    • Desa
    • Ekonomi
    • Hukum
    • Misteri
    • Movie
    • Politik & Militer
    • Pendidikan
    • Spiritual
    • Sejarah
    • Sosial
    • Techno
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
    • Daerah
  • Opini
  • Indepth
  • Video
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2025 Indes.ID. All Rights Reserved.
InDes.ID > Opini > Barak Militer ala Dedi Mulyadi
Barak Militer ala Dedi Mulyadi
Opini

Barak Militer ala Dedi Mulyadi

By Admin
Mei 25, 2025
Share
Gambar : kompas.com
SHARE

Program barak militer ala Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, yang kini kembali mencuri perhatian publik lewat pendekatan tak biasa untuk menangani siswa “nakal”. Program ini memang langsung mengundang pro dan kontra. Ada yang menyebutnya sebagai solusi, ada pula yang menilai pendekatannya terlalu keras untuk dunia pendidikan. Tapi mari kita coba menilai dengan kepala dingin, bukan dengan emosi sesaat.

Pertama-tama, penting untuk memahami bahwa program ini bukan bentuk penghukuman. Bukan pula ajang mempermalukan siswa yang bermasalah. Justru sebaliknya—program ini lebih mirip tempat “rehab karakter” yang penuh rutinitas terstruktur dan pendekatan personal. Anak-anak diajak keluar dari lingkungan yang tidak sehat, diberi kegiatan yang membangun, lalu diarahkan untuk kembali menemukan jati diri mereka.

Di dalam barak, mereka diajarkan tentang disiplin, kerja sama, kepemimpinan, dan tanggung jawab. Ada aturan yang tegas, tapi juga suasana kebersamaan. Bukan cuma teriakan instruktur, tapi juga percakapan dari hati ke hati. Bahkan Dedi Mulyadi sendiri ikut turun tangan, menjadi pembina langsung. Ia tak cuma memerintah, tapi juga mendengar.

Kita semua tahu bahwa dunia pendidikan kita sedang menghadapi ujian besar: darurat kenakalan remaja. Tawuran, perundungan, penyalahgunaan narkoba, hingga kekerasan seksual mulai marak dilakukan oleh siswa usia sekolah. Namun sayangnya, sistem pendidikan yang ada sering kali tak berdaya.

Guru tak berani menegur karena takut dilaporkan. Orang tua terlalu sibuk atau justru terlalu memanjakan. Anak-anak tumbuh di tengah kebebasan tanpa batas, seperti mobil tanpa rem. Akibatnya, kita punya banyak anak cerdas, tapi minim kendali diri.

Nah, program barak militer ini seolah menjadi rem darurat. Ia hadir seperti pagar bambu yang kokoh tapi lentur. Tegas, tapi tidak mematahkan. Keras, tapi tetap menyayangi.

Sering kali kita bicara soal “pendidikan karakter” seolah itu bisa ditanamkan hanya lewat pelajaran di kelas. Padahal karakter itu dibentuk dari kebiasaan. Bukan dari teori, tapi dari praktik.

Di Korea Selatan, Jepang, atau Singapura, pendidikan disiplin adalah bagian dari kurikulum nasional. Bukan untuk menjadikan anak sebagai robot, tapi untuk membiasakan hidup teratur, hormat pada aturan, dan peduli pada orang lain.

Hal yang sama coba dibangun lewat program ini. Bukan hanya menciptakan siswa yang patuh, tapi membentuk pribadi yang kuat secara mental dan tangguh dalam menghadapi tekanan sosial.

Program ini juga menampar kesadaran kita semua: bahwa selama ini sekolah dan keluarga mulai kehilangan “otoritas moral” di hadapan anak-anak. Dulu, guru dan orang tua bisa bicara tegas. Sekarang, semua serba salah. Sedikit keras, dianggap melanggar hak anak. Terlalu lunak, anak jadi tidak tahu batas.

Langkah Dedi Mulyadi menjadi sinyal bahwa sudah saatnya kita berani bersikap. Bahwa pendidikan itu bukan soal memanjakan, tapi membentuk. Bahwa kasih sayang itu juga bisa hadir dalam bentuk aturan yang tegas.

Daripada hanya jadi program sesaat, kenapa tidak dijadikan model jangka panjang? Pemerintah pusat dan daerah bisa merancang sekolah unggulan berbasis semi-militer atau kongkretnya seperti SMA Taruna Nusantara, tetapi bisa menjangkau siswa yang ada dipelosok. Bukan sekolah tentara, tapi sekolah yang mendidik anak untuk disiplin, punya kepemimpinan, nasionalisme, dan karakter tangguh.

Kurikulumnya tetap bisa mengikuti arah Merdeka Belajar—yang menekankan kecakapan intelektual, skill/keterampilan, dan attitude/sikap (ISA). Tapi dengan tambahan pola hidup yang lebih tertib, kegiatan fisik yang rutin, dan pembinaan mental yang kuat.

Fokus utamanya adalah mencetak generasi muda yang hormat pada guru dan orang tua, tidak mudah menyerah, dan siap menghadapi dunia nyata dengan mental yang kuat.

Pendidikan yang terlalu lembek hanya melahirkan generasi rapuh. Tapi pendidikan yang terlalu keras tanpa empati juga gagal membentuk manusia utuh. Maka, seperti dua sisi mata uang, ketegasan dan kepedulian harus berjalan beriringan.

Dedi Mulyadi, lewat program baraknya, mencoba menyeimbangkan itu. Ia tidak hanya mencetak siswa yang “takut”, tapi yang merasa dihargai. Ia tidak hanya membentuk perilaku, tapi membangkitkan semangat.

Dan hari ini, ketika anak-anak muda kita semakin kehilangan arah, mungkin inilah momen yang tepat bagi pendidikan kita untuk tidak lagi hanya mengajar, tapi membentuk. Bukan sekadar mencetak nilai tinggi, tapi mencetak pribadi tangguh.

Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link
What do you think?
Love0
Sad0
Surprise0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Cry0
Embarrass0
Joy0
Shy0
Previous Article Garuda Pancasila Sejarah Penciptaan Lambang Negara Garuda Pancasila Sejarah Penciptaan Lambang Negara
Next Article Ekonomi Pancasila: Lebih dari Sekadar Slogan, Sebuah Peta Jalan Menuju Kesejahteraan
Tidak ada komentar Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Di Balik Angka dan Data: Peran Ginan Wibawa sebagai Enumerator di PATTIRO
Di Balik Angka dan Data: Peran Ginan Wibawa sebagai Enumerator di PATTIRO
Artikel Berita
Jejak Digital Ginan Wibawa: Membawa Desa Menuju Era Industri 4.0
Jejak Digital Ginan Wibawa: Membawa Desa Menuju Era Industri 4.0
Artikel Berita
Ginan Wibawa: Mengabdi di Pelosok, Membangun Desa
Ginan Wibawa: Mengabdi di Pelosok, Membangun Desa
Artikel Berita
Ketika Fiksi Bertemu Nubuwat: Dari Ritual Ganjil Hingga Konspirasi Global
Artikel Misteri

Trending

Stay Connected

5.8kLike
4kFollow
571Subscribe
678Follow

You Might also Like

Opini

Ekonomi Pancasila: Lebih dari Sekadar Slogan, Sebuah Peta Jalan Menuju Kesejahteraan

Juni 6, 2025
OpiniPendidikan

Menyusun Kurikulum dengan Otak, Melaksanakannya dengan Nyali

Mei 15, 2025
OpiniPendidikan

Menjawab Tantangan Pendidikan di PKBM

Mei 15, 2025
Kepemimpinan Desa : Antara Harapan dan Tantangan
DesaOpini

Kepemimpinan Desa : Antara Harapan dan Tantangan

Mei 14, 2025
Follow US
© 2025 Indes.ID. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?