“Desa harus jadi kekuatan ekonomi, agar warganya tak hijrah ke kota,”
Begitulah bait lagu Iwan Fals yang menggugah kesadaran kita tentang pentingnya membangun desa dari dalam. Lagu ini tidak hanya mencerminkan harapan, tetapi juga tantangan yang harus dihadapi oleh desa-desa di seluruh Indonesia. Membangun desa bukan hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga soal membangun kepemimpinan yang dapat menggerakkan masyarakat menuju kemajuan.
Kepemimpinan Desa dalam Konteks Perubahan
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa memiliki posisi yang lebih strategis. Desa tidak lagi sekadar menjadi perpanjangan tangan pemerintah kabupaten atau kota, tetapi menjadi entitas yang memiliki otoritas sendiri sebagai self-governing community. Dalam konteks ini, kepala desa bukan hanya seorang pejabat administratif, tetapi seorang pemimpin yang harus mengayomi, memimpin, dan menginspirasi masyarakat.
Menurut buku Kepemimpinan Desa, terdapat tiga tipe kepemimpinan kepala desa: regresif, konservatif-involutif, dan inovatif-progresif. Tipe regresif cenderung otoriter dan menolak perubahan. Tipe konservatif-involutif menjalankan tugas hanya karena kewajiban tanpa ada inisiatif untuk berinovasi. Sedangkan tipe inovatif-progresif, yang diharapkan muncul, adalah kepala desa yang transparan, partisipatif, dan berpihak pada rakyat.
Sayangnya, meskipun desa memiliki potensi besar untuk berkembang, masih banyak desa yang terjebak dalam pola kepemimpinan yang lama dan tidak berubah. Musyawarah desa, yang seharusnya menjadi forum strategis dan demokratis, sering kali hanya menjadi formalitas belaka. Kepemimpinan yang kurang visioner membuat kewenangan lokal yang seharusnya dikelola dengan baik, sering kali tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Kepemimpinan dan Ekonomi Desa
Kepemimpinan yang inovatif dan progresif terbukti menjadi faktor penentu dalam keberhasilan pembangunan desa. Salah satu contoh nyata adalah Desa Ponggok di Klaten, Jawa Tengah. Di bawah kepemimpinan Kepala Desa Junaedi Mulyono, Desa Ponggok berhasil mengubah potensi alamnya menjadi pusat ekonomi desa yang mandiri dan berkelanjutan.
Desa Ponggok dikenal luas karena pengembangan objek wisata air Umbul Ponggok, sebuah kolam mata air alami yang kini menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia. Melalui pengelolaan yang inovatif, Umbul Ponggok menawarkan pengalaman wisata seperti snorkeling dan diving di kolam yang jernih, menarik ribuan wisatawan setiap bulannya. Pendekatan yang berbasis pada potensi lokal ini tidak hanya mendatangkan pendapatan bagi desa tetapi juga menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat setempat.
Selain Umbul Ponggok, Desa Ponggok juga mengembangkan beberapa usaha lainnya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang berhasil mengelola berbagai unit usaha, termasuk sektor pariwisata, kuliner, dan penginapan. BUMDes Tirta Mandiri menjadi salah satu contoh BUMDes yang berhasil meningkatkan kapasitas desa, mengelola pendapatan desa secara transparan, dan menggerakkan ekonomi lokal. Pengelolaan yang sistematis dan berkelanjutan ini menjadikan Desa Ponggok sebagai model desa wisata yang sukses.
Namun, tantangan besar tetap ada. Salah satunya adalah menjaga keberlanjutan usaha desa, seperti BUMDes. Banyak desa yang masih mengalami kesulitan dalam mengelola usaha yang bergantung pada figur kepala desa, bukan pada sistem yang kokoh dan berkelanjutan. Oleh karena itu, Desa Ponggok menunjukkan pentingnya pengelolaan yang profesional, berbasis pada sistem yang mengutamakan transparansi dan keberlanjutan.
Peran Pendamping Desa dan Harapan Baru
Pendamping desa memiliki peran yang sangat strategis dalam menciptakan pemimpin desa yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga visioner, demokratis, dan berdaya. Pendampingan desa seharusnya tidak hanya terbatas pada urusan administratif, tetapi juga mencakup kaderisasi politik yang mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin desa yang memiliki integritas dan komitmen terhadap rakyat.
Penting untuk menumbuhkan pemimpin desa yang dipilih karena kekuatan sosial dan bukan karena politik uang. Legitimasi yang kuat dari masyarakat akan memberikan fondasi yang kokoh bagi kepemimpinan desa, sehingga pembangunan dapat dilakukan dengan lebih adil, transparan, dan berkelanjutan.
Menutup Jendela, Membuka Pintu
Ketika kepala desa benar-benar hadir sebagai pelayan masyarakat, bukan sebagai penguasa kecil di wilayahnya, maka perubahan itu akan nyata terasa. Sebagaimana yang disampaikan oleh Abraham Lincoln, “Kepemimpinan bukan tentang menjadi yang terbaik, tetapi tentang membuat orang lain menjadi yang terbaik.” Kepemimpinan yang baik adalah yang memberi contoh, mendengar rakyatnya, dan berani membuka ruang partisipasi seluas-luasnya.
Desa bukanlah objek pembangunan, tetapi subjek utama yang menentukan masa depannya sendiri. Oleh karena itu, kita membutuhkan pemimpin desa yang tidak hanya paham prosedur, tetapi juga memiliki semangat untuk melayani dan menggerakkan masyarakat menuju perubahan yang positif.
Jika kepala desa adalah ujung tombak perubahan, maka marilah kita pastikan bahwa tombak itu tajam menuju kebaikan dan kesejahteraan seluruh warga desa. Sebagaimana pepatah mengatakan, “Jika kita ingin melihat perubahan di dunia, kita harus mulai dari diri kita sendiri.” Kepemimpinan desa yang kuat dan visioner akan menjadi kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat desa.
Oleh : Asep Jazuli