Istilah proxy war dikenal saat terjadinya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang berlangsung antara tahun 1945, yaitu saat berakhirnya Perang Dunia II, sampai keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991. Momentum tersebut menjadi tonggak sejarah proxy war yang mengalami perkembangan.
Salah satu contoh proxy war dalam sejarah adalah konflik di Spanyol yang mengandung muatan ideologis anatara negara-negara luar yang terlibat, seperti Jerman dengan Nazi dan Italia dengan sistem satu partai, terhadap dampak penyebaran paham sosialis Soviet di Eropa yang menimbulkan konflik antara tiga negara di Spanyol. Contoh lain terjadi di Timur Tengah saat Perang Dunia I dengan peran besar Inggris yang menghasut kemunculan pemberontakan yang bertujuan untuk melemahkan kekuatan Kekhalifahan Utsmaniyah di Timur Tengah yang menjangkau sampai Daratan Balkan dan sebagian wilayah Eropa. Dua contoh ini memperlihatkan adanya kegagalan pihak luar untuk mencapai kekuasaan sehingga dilakukan intervensi dalam konflik bersenjata.
Momentum yang paling kuat dalam perkembangan proxy war sejauh ini adalah era Perang Dingin. Perang Dingin menjadi titik awal pertarungan dua negara adidaya, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, dalam menyebarluaskan pengaruh dan ideologi masing-masing. Dua negara tersebut tentu saja memiliki kesiapan untuk melibatkan diri secara langsung dalam konflik. Kedua negara adidaya ini memberikan dukungan dana kepada kelompok-kelompok yang bertempur. Mereka juga memberikan sokongan berupa distribusi senjata, khususnya kepada kelompok aktor non-negara, seperti kelompok Hisbullah yang menghadapi Israel dalam konflik Palestina.
Dalam Perang Dingin, Amerika Serikat dan Uni Soviet tidak memperlihatkan posisi mereka dalam konflik terbuka. Namun, pada kenyataannya terjadi pertikaian di antara perantara dari dua negara tersebut yang memicu beragam konflik di negara boneka dari kedua kubu.