Pernah dengar istilah proxy war? Istilah ini merujuk pada jenis peperangan yang melibatkan dua kekuatan besar, tapi mereka nggak berperang secara langsung. Sebaliknya, mereka “menitipkan” konflik tersebut kepada pihak ketiga yang dijadikan semacam wakil untuk bertempur di lapangan. Tujuannya? Untuk menghindari risiko perang langsung yang bisa berakibat fatal dan menghancurkan semuanya.
Dalam praktiknya, pihak-pihak yang terlibat dalam proxy war bisa jadi punya hubungan atau kerja sama, dan kadang susah ditebak siapa berpihak ke siapa. Karena masing-masing punya kepentingan yang berbeda, situasinya jadi rumit dan sering kali berlangsung lama.
Secara umum, proxy war terjadi antara aktor negara (state actor) seperti pemerintah resmi, dan aktor non-negara (non-state actor) seperti kelompok pemberontak atau milisi bersenjata. Tapi bedanya dengan perang konvensional, proxy war nggak melulu soal adu kekuatan militer secara langsung. Biasanya lebih banyak melibatkan dukungan di balik layar, seperti:
- Bantuan dana
- Pelatihan militer
- Pengiriman senjata
- Dukungan logistik dan perlengkapan lainnya
Proxy war juga bukan soal rebutan wilayah seperti pada perang penjajahan atau konflik perbatasan. Tujuan utamanya biasanya lebih dalam—misalnya untuk mengubah sistem pemerintahan, menjatuhkan ideologi tertentu, atau mengendalikan sumber daya alam negara yang sedang berkonflik.
Satu hal yang bikin proxy war semakin rumit adalah adanya campur tangan negara lain yang secara resmi nggak terlibat perang, tapi tetap memberikan dukungan besar di balik layar. Bisa berupa dana, senjata, bahkan pelatihan militer kepada salah satu pihak yang sedang bertikai. Alhasil, kelompok-kelompok yang terlibat di medan perang bisa punya “tenaga tambahan” untuk menghadapi lawannya—baik itu pemerintah resmi maupun kelompok pemberontak.
Masalahnya, keterlibatan pihak luar ini sering kali memperpanjang konflik. Karena selama ada kepentingan dari luar yang masih berjalan, perdamaian jadi susah tercapai. Negara-negara asing yang terlibat biasanya punya agenda tertentu, terutama soal kontrol politik atau sumber daya alam di negara yang sedang berperang.
Jadi, proxy war bukan cuma perang antara dua kelompok, tapi lebih seperti permainan catur global, di mana pion-pionnya digerakkan oleh tangan-tangan tak terlihat yang punya kepentingan masing-masing.